Search

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Kritisi Judicial Review Perindo dan JK

Lampu Hijau, Jakarta – Sejumlah organisasi dan perorangan begitu antusias mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi (judicial review/JR) dalam polemik Undang-undang pemilu mengenai pembatasan jabatan wakil presiden.

Beberapa diantaranya adalah, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi  (Perludem), Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember (Puskapsi HF Unej), Pusat Studi Kontitusi Universitas Andalas (Pusako Unand), Pusat Kajian Hukum dan Demorkrasi Universitas Sebelas Maret (Puskahad UNS), Dosen Hukum Tata Negara Universitas Udaya Jimmy Zeravianus Usfunan dan Dosen Hukum Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada Oce Madril.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana bersama enam organisasi tersebut mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan cawapres.

Menurut Denny, Permohonan uji materi tersebut semata-mata dilandasi karena ingin menegakkan nilai-nilai dasar konstitusi serta menyelamatkan masa depan demokrasi Indonesia.

“Khususnya terkait klausul pembatasan masa jabatan Wakil Presiden. Kami tidak ada maksud lain, termasuk pula tidak ada motivasi politik praktis untuk mendukung atau tidak mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu,” katanya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/7/2018).

Disamping itu, berdasarkan penafsiran gramatikal, norma pembatasan masa jabatan Wakil Presiden di dalam pasal 7 UUD 1945 sudah sangat jelas dan tegas, dan sangat terang. “Secara gramatikal, tata bahasa, susunan kata dan kalimat, norma yang ada dalam Pasal 7 itu sudah jelas mengatur pembatasan masa jabatan bukan hanya presiden, tetapi juga wakil presiden, karena pada saat dirumuskan telah melibatkan ahli bahasa untuk menghilangkan ketidakjelasan dan rumusan yang ambigu yaitu masa jabatan maksimal dua periode atau paling lama sepuluh tahun,” katanya.

Ihwal dalil Pihak Jusuf Kalla yang menafsirkan Wakil Presiden hanya pembantu presiden dan tidak memiliki kekuasaan di Pemerintahan, sehingga yang patut dibatasi masa jabatannya adalah presiden merupakan argumentasi yang sangat lemah. Sebab, kekuasaan pemimpin pemerintahan memang ada pada presiden, tetapi wakil presiden, menteri dan pejabat negara yang lain, tentu tetap memiliki kekuasaan dan kewenangan.

Berdasarkan argumentasi tersebut, Denny dan enam lembaga kajian Hukum dan Pemilu meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk Menyatakan permohonan Perindo dan JK tidak dapat diterima (niet ontvantkelijk verklaard).

“Karena Mahkamah Konsitusi tidak berwenang melakukan pengujian permohonan a quo yang pada kenyataannya jika dikabulkan akan mengubah Pasal 7 UUD 1945, dan karenanya merupakan kewenangan MPR,” katanya.

Namun, apabila Mahkamah Konstitusi menganggap memiliki kewenangan menguji permohonan a quo. Maka MK juga tetap harus menolaknya untuk seluruhnya.

“Karena pasal 169 huruf n dan penjelasannya, maupun pasal  227 huruf i UU Pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945,” ucapnya.

Sebagai informasi, enam lembaga kajian Hukum dan Pemilu yang kontra dengan Perindo dan JK soal uji materi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada Perkara No. 60/PUU-XVI/2018. (Bit)

Let's block ads! (Why?)

http://lampuhijau.co/2018/07/30/mantan-wakil-menteri-hukum-dan-ham-kritisi-judicial-review-perindo-dan-jk/

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Kritisi Judicial Review Perindo dan JK"

Post a Comment


Powered by Blogger.