Lampu Hijau, Bekasi – Fenomena ‘kutu loncat’ yang terjadi di kalangan politisi dewasa ini, dianggap sebagai sebuah tradisi yang lazim terjadi terlebih menjelang Pileg 2019.
Dengan ambisi dan optimisme bakal terpilih kembali, sejumlah calon petahana rela berpindah haluan dari partai tempatnya bernaung.
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Bekasi, Didit Susilo, menganggap fenomena ini adalah sebagai bentuk kegagalan sebuah parpol dalam melakukan pembinaan, pengkaderan dan militansi kader. Parpol disebut kerap berorientasi dengan mengumbar ‘kursi legislatif’, tanpa menjalani prosesi pengkaderan yang sesuai dan terarah terhadap caleg yang direkrut.
“Dengan hanya berorentasi ‘kursi legislatif’, parpol juga sering melakukan jalan pintas dalam merekrut caleg. Sehingga meski kursi legislatif didapat, namun kualitas para anggota DPRD jadi jauh dari harapan,” kata Didit, Minggu (15/7/2018).
Ia pun tak menampik jika berpalingnya petahana ke partai lain, tak melulu disebabkan keinginan untuk mendapuk kembali jabatan yang pernah disandang. Faktor internal antara kader yang bersangkutan dengan kader lainnya atau bahkan elit parpol, kemungkinan juga menjadi salah satu pemicu.
“Caleg petahana yang pindah kendaraan politik seperti yang terjadi di Kota Bekasi, disebabkan berbagai alasan. Misalnya tidak diakomodir kembali menjadi bacaleg, dipindah dapil karena sudah dua periode menjadi anggota DPRD, kurang nyaman dan ada komposisi baru pengurusan, dampak konflik parpol di pucuk pimpinan, dan lain-lain,” paparnya.
“Hak personal untuk pindah parpol dan memakai kendaraan baru parpol tempatnya berlabuh, agar tetap bisa mencalonkan kembali dalam Pileg 2019. Inti pindahnya kader parpol agar tetap bisa menjadi calon legislatif dan duduk kembali sebagai anggota DPRD,” paparnya lagi.
Menurutnya, parpol harus lebih terbuka menentukan kriteria dalam penyusunan bacaleg dan hak hak kader parpol, serta memberikan pendidikan politik dan melatih kader agar militan dan berdaya guna. Hal ini demi menghindari pergerakan ‘kutu loncat’ di seputaran internal kader.
Meski demikian, Didit menilai kesempatan calon petahana terpilih kembali di kendaraan parpol yang baru, sangat terbuka lebar. Hal ini mengingat basis loyal yang dimiliki sang petahana serta pengalamannya di kursi legislatif, menjadi poin tersendiri untuk yang bersangkutan meraih suara.
“Petahana yang pernah miliki basis dukungan suara personal yang signifikan, peluangnya terbuka lebar dan parpol lebih memilih pragmatis capaian kursi. Dengan merekrut petahana, maka lebih memudahkan target capaian kursi daripada caleg baru yang belum berpengalaman dalam kontestasi memperebutkan suara dukungan,” tandasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi Hanura, Winoto yang dikabarkan berpindah kendaraan politik ke Partai Nasdem untuk pencalonan di Pileg 2019, mengaku belum memutuskan dan masih mempertimbangkan hal tersebut.
“Sampai saat ini saya belum final menentukan mau nyaleg dari mana. Adapun desas-desus tentang saya mau pindah partai, itu sah-sah saja. Jangan Partai Nasdem dibawa-bawa nggak enak dengan teman-teman di Nasdem. Nanti ada saatnya saya mau terbuka,” ujar pria berkacamata yang sudah menjabat 2 priode itu.
Winoto mengaku optimis dengan kembali maju di Pileg 2019 mendatang, meskipun dengan partai yang baru.
“Apakah saya dari Partai Hanura maupun partai lain, saya berkeyakinan 99 persen terpilih lagi, 100 persen kehendak Allah,” akunya.
Terpisah, Ketua DPC Hanura Kota Bekasi, Syaherallayali atau akrab disapa Ral menyebut, fenomena kader berpindah kendaraan parpol, merupakan hal yang lumrah, sepanjang hal itu dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Termasuk kader partai yang berstatus sebagai Anggota DPRD, harus mundur sebagaimana yang diatur dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 Pasal 7 ayat 1 Poin T,” katanya saat dihubungi melalui seluler.
Ia pun menilai perpindahan yang dilakoni kader partai, membutuhkan solusi yang bergantung pada situasi dan kondisi dalam upaya meminimalisir hal tersebut.
“Seperti diketahui, jelang pendaftaran bacaleg, Hanura mengalami prahara dualisme SK, yaitu SK OSO-Sudding dan OSO-Hery Lontung, yang berakibat keraguan dari para kader untuk bertahan di Hanura. Langkah yang diambil hanya dengan menegakkan aturan partai,” jelasnya.
Ia pun mengimbau kepada kader agar mengikuti aturan yang berlaku, jika tetap memutuskan berganti haluan ke partai lain.
“Jika sebagai Anggota DPRD, wajib mundur dengan mengajukan surat pengunduran diri kepada Ketua DPRD dan Ketua DPC. Jika hal itu tidak dilakukan, maka yang bersangkutan dianggap tidak memenuhi syarat sebagai bacaleg dari partai yang mereka bergabung,” tegasnya.
Sekedar diketahui, baru-baru ini Winoto kedapatan hadir dalam rapat Partai Nasdem Kota Bekasi. Winoto terlihat duduk di barisan pembicara, namun belum bisa dipastikan apa perannya dalam rapat tersebut. (BAM)
http://lampuhijau.co/2018/07/15/fenomena-kutu-loncat-jelang-pileg-jadi-tradisi-sebab-percaya-diri-akan-kepilih/Bagikan Berita Ini
0 Response to "Fenomena ‘Kutu Loncat’ Jelang Pileg Jadi Tradisi Sebab Percaya Diri Akan Kepilih"
Post a Comment