Search

Terlalu! Kalah Bersaing, Pengelola Mal Kurangi Ruang Usaha UMKM

salah satu mal di Bekasi

Lampu Hijau, Bekasi – Minimnya penyediaan fasilitas ruang usaha bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang disediakan pihak pengelola pusat perbelanjaan atau mal, mendapat gelombang protes dari Asosiasi Muslimah Pengusaha se-Indonesia (Alisa) Khadijah.

Pihak pengelola mal dianggap telah melanggar Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, karena tidak memberikan ruang usaha bagi pelaku UMKM sebagaimana mestinya.

“Dalam Permendag Nomor 70 dengan jelas disebutkan, bahwa UMKM memiliki porsi 20-30 persen untuk berdagang di mal,” kata Ketua Umum Alisa Khadijah, Ina Marlina, Kamis (5/4/2018).

Meski sudah ada aturan yang dikeluarkan pemerintah, kata dia, nyatanya masih banyak pihak pengelola mal yang bersikap acuh dan tak menggubris aturan tersebut. Para pelaku UMKM masih saja dibiarkan berdagang dengan porsi ruang dibawah ketentuan.

“Pada realitanya, dari total penyediaan ruang usaha yang sudah ditetapkan, hanya 5 persen saja yang dipenuhi oleh pihak pengelola mal,” ungkap Ina.

Kecilnya angka keberpihakan pengelola mal terhadap kemajuan industri UMKM di Indonesia, sangat disayangkan oleh Ina. Dan yang lebih miris lagi, kehadiran pelaku UMKM justru dibutuhkan saat mal tengah mengalami keterpurukan usaha, dengan dalih untuk memenuhi tenant dan merangsang kehadiran pengunjung.

“Biasanya mal yang bernuansa eksklusif, merasa tidak pantas memunculkan produk dalam negeri. Dan akhirnya mal yang sudah mati suri, baru mencari-cari kami (UMKM) untuk ditempatkan di sana. Kalau begini justru kami yang rugi karena pengunjung sepi,” jelasnya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah agar menindak tegas para oknum pengelola mal yang acuh pada ketetapan Permendag. Selain itu, perlu diberikan sosialisasi yang lebih mendalam terkait ketetapan tersebut kepada pengelola mal, yang masih kurang mengerti secara jelas maksud dari Permendag tersebut.

“Pemerintah harus tindak tegas mal yang tidak memberikan fasilitas UMKM sesuai pasal yang berlaku. Kami tidak minta gratis. Kami juga mendidik anggota untuk tetap bayar walau dengan harga di bawah pasaran. Misalnya, satu lokal yang normalnya Rp6 juta per bulan, kami bayar Rp2 juta per bulan,” tandasnya.

Terpisah, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bekasi Raya, Radityo Egi Pratama menyebut, permasalahan yang kerap terjadi antara pihak UMKM dan pengelola mal merupakan hal yang saling berkontradiksi. Satu sisi pengelola perbelanjaan mengejar pengembalian investasi mereka, di satu sisi pula UMKM ini sebagai penggerak riil ekonomi rakyat.

“Sebenarnya pemerintah daerah bisa menjembatani bagaimana produk-produk UMKM ini bisa menjadi produk andalan di daerah masing-masing, melalui program pelatihan, perda, dan insentif-insentif pajak atau acara promosi,” katanya saat dihubungi.

Menurutnya, peran pemerintah lokal sangat penting dalam mengembangkan potensi ekonomi UMKM. Pada krisis moneter 1998 dan 2008, tercatat ada 96 persen UMKM yang mampu bertahan. Potensi besar tersebut, kata dia, jika didukung secara penuh, tentunya bisa menopang ekonomi lokal daerah.

“Menurut data Bank Indonesia (BI), pengusaha mikro dan kecil menyumbang hampir 60 persen PDB, dengan tingkat pertumbuhan 6 persen per tahun. Semakin banyak jumlah ekonomi, dampak pertumbuhan jumlah pengusaha bisa merangkak naik dari angka 1,7 persen tahun ini,” paparnya.

Lanjut Egi, ada beberapa hal yang membuat kecenderungan pihak mal enggan memberikan ruang usaha lebih kepada pelaku UMKM. Diantaranya, kemampuan finansial pelaku UMKM yang belum sekuat pemain ritel skala menengah dan besar. Dalam hal ini jelas pengelola mal memilih tenant yang menyewa dengan harga lebih besar, sebagai sumber masukan. Selain itu, daya tarik produk UMKM untuk mengundang pengunjung, biasanya lebih rendah dibanding ritel menengah dan besar.

“Untuk produk juga kebanyakan masih kalah bersaing, terutama dalam hal promosi untuk membangun citra produk. Kualitas juga masih bersaing,” ungkapnya.

Atas permasalahan ini, Edi memaparkan beberapa solusi terbaik, yaitu dengan meningkatkan proteksi terhadap produk lokal. Perbanyak insentif untuk pengusaha mikro dan kecil. Adanya dukungan pemerintah dalam mempromosikan produk lokal mikro dan menengah.

“Dan yang tak kalah penting, perlu adanya peningkatan pelatihan untuk menaikkan derajat produk pengusaha mikro dan kecil,” pungkasnya. (BAM)

Let's block ads! (Why?)

http://lampuhijau.co/2018/04/05/terlalu-kalah-bersaing-pengelola-mal-kurangi-ruang-usaha-umkm/

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Terlalu! Kalah Bersaing, Pengelola Mal Kurangi Ruang Usaha UMKM"

Post a Comment


Powered by Blogger.